Rumah Makan Roso Joyo Sragen |
Kalau bertanya soal hidangan ayam goreng yang khas di
Sragen, salah satu tempat yang bakal ditunjuk pasti ayam goreng khas
Rumah Makan (RM) Rosojoyo. Saking larisnya, RM milik pengusaha ayam
kampung, Paidi, ini membuka cabang di Nglorog yang dikenal dengan RM
Rosojoyo 2. Sedangkan RM yang lainnya terletak di Jl Raya Sukowati,
tepatnya di dekat makam SI Sragen. Di tengah persaingan bisnis ayam goreng yang ketat di Bumi Sukowati,
Paidi sengaja membuat RM Rosojoyo 2 terletak di areal persawahan,
tepatnya di depan MAN 1 Sragen. Dengan suasana sawah yang sejuk dan sumilir angin membuat kenyamanan tersendiri bagi pelanggan ayam goreng Rosojoyo.
RM Rosojoyo 2 ini didirikan untuk menjawab tantangan zaman. Paidi
mengemas RM baru ini lengkap dengan fasilitas pertemuan dan tempat
istirahat yang nyaman. Menu masakannya pun tidak lagi monoton ayam
goreng, melainkan ada ayam bakar, ada nila dan gurami bakar maupun
goreng dan ada sayurnya, seperti ca kangkung dan pepes. Minumannya pun
juga bervariasi, mulai dari aneka jus buah sampai minuman hangat.
Menu Minuman di Rumah Makan Roso joyo |
Aroma sambal dan lalap kubis, kancang panjang, mentimun, kecambah dan
daun kemangi menambah rasa ayam goreng Rosojoyo makin menggoyang lidah.
“Usaha ini dirintis sejak 14 tahun silam, tepatnya sekitar tahun 1996
lalu. Awalnya memang tak memiliki pengalaman jualan ayam goreng. Hanya
dengan modal jaringan pedagang ayam kampung, saya memulai bisnis rumah
makan ini,” aku Paidi. Sejak lulus sekolah dasar (SD), Paidi ini bekerja kepada orang untuk
jualan ayam kampung di Pasar Bunder. Niat awal hanya untuk membiayai
sekolahnya. Paidi pun bisa menempuh jenjang pendidikan SMP dan SMA
melalui jualan ayam kampung. Setelah lulus SMA PGRI sekitar 1987-1988,
Paidi mencoba ikut berjualan ayam kampung. Dari usaha itulah, Paidi
memiliki jaringan pedagang ayam yang lumayan banyak.
Dengan modal jaringan itu, Paidi nekat mendirikan rumah makan dan
ternyata berhasil. “Awal-awal berdirinya rumah makan ini, ya dalam satu
hari pernah hanya laku tiga potong ayam. Jadi satu ekor ayam saja tidak
laku saat itu. Selama satu tahun belum balik modal. Tapi saya tetap
optimistis terus mengembangkan usaha ini. Ternyata di tahun kedua sudah
ada perkembangan secara signifikan. Dalam satu hari bisa menghabiskan
300 ekor ayam,” tegasnya.
Sekarang, Paidi hanya bisa menghabiskan ayam kampung rata-rata 200-an
ekor dalam satu hari. Untuk melayani pelanggan di dua RM itu, Paidi
mempekerjakan karyawan sebanyak 69 karyawan dengan dua shift.
“Harganya pun bervariasi dan terjangkau. Sekitar 14 tahun lalu hanya
pasang harga Rp 4.000/potong atau Rp 13.000 per ekor. Tapi sekarang,
satu potong ayam goreng senilai Rp 14.500/potong atau Rp 60.000/ekor,”
pungkasnya.
Sumber : [ Solopos.com ]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar